Pemetaan Terkini Energi Panas Bumi Dunia
Energi panas bumi (geoenergi) kembali menjadi sorotan dalam peta transisi energi global. Pada akhir tahun 2024, kapasitas terpasang pembangkit listrik panas bumi dunia telah mencapai 16.873 megawatt (MW), tersebar di 35 negara. Pertumbuhan tahunan menunjukkan penambahan sebesar 389 MW, menandai babak baru dalam eksplorasi energi bersih yang stabil dan berkelanjutan.
Peningkatan ini didorong oleh kombinasi strategi nasional, insentif investasi hijau, serta lompatan teknologi—khususnya teknologi Enhanced Geothermal Systems (EGS) dan Advanced Geothermal Systems (AGS)—yang membuka potensi panas bumi bahkan di wilayah yang sebelumnya tidak memiliki reservoir alami.
Amerika Serikat: Pemimpin Baru Geoenergi Dunia
Amerika Serikat saat ini menjadi penguasa utama dalam geoenergi dunia, dengan kapasitas terpasang sebesar 3.900 MW. Lebih dari itu, Negeri Paman Sam berhasil menggeser dominasi konvensional berkat inovasi radikal yang dilakukan oleh perusahaan seperti Fervo Energy, yang didukung oleh tokoh-tokoh terkemuka termasuk Bill Gates.
Fervo tengah membangun proyek geotermal revolusioner “Cape Station” di Utah dengan kapasitas 400 MW, yang digadang sebagai salah satu fasilitas geotermal tercanggih di dunia. Proyek ini memanfaatkan teknik pengeboran horizontal dan fracking, metode yang sebelumnya populer dalam industri gas serpih, untuk membuka sumber daya panas bumi secara masif.
International Energy Agency (IEA) bahkan memperkirakan potensi pemanasan geotermal global dapat mencapai 800 GW pada 2050, menjadikannya salah satu pilar energi nol emisi masa depan.
Indonesia: Sang Raksasa Tidur yang Mulai Terbangun
Indonesia saat ini berada di peringkat kedua dunia dalam hal kapasitas panas bumi terpasang, yakni sebesar 2.653 MW. Lebih dari itu, Indonesia menyimpan potensi geotermal yang luar biasa—diperkirakan mencapai 23 hingga 28 GW, atau sekitar 40% dari potensi global.
Capaian dan Proyek Terbaru:
- Sorik Marapi Unit 5 (33 MW)
- Ijen (35 MW)
- Salak Plant Expansion (+15,5 MW)
- Lumut Balai Unit 2 (55 MW) yang segera beroperasi
Berdasarkan Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021–2030, pemerintah Indonesia menargetkan penambahan kapasitas panas bumi hingga 5,2 GW dalam 10 tahun, termasuk 1,1 GW dalam 5 tahun mendatang. Target jangka menengah mencanangkan 10,5 GW pada 2035.
Tantangan Struktural dan Kultural
Meski potensinya sangat besar, Indonesia menghadapi sejumlah hambatan serius:
1. Risiko Eksplorasi Tinggi
Investasi awal eksplorasi geotermal sangat mahal dan mengandung ketidakpastian tinggi. Banyak investor enggan masuk tanpa jaminan risiko.
2. Birokrasi dan Perizinan Kompleks
Regulasi tumpang tindih, terutama pada wilayah hutan lindung dan lahan konservasi, memperlambat proses perizinan proyek.
3. Resistensi Sosial dan Lingkungan
Di beberapa lokasi, proyek geotermal menghadapi penolakan dari masyarakat lokal akibat kekhawatiran akan dampak lingkungan atau kurangnya pelibatan masyarakat dalam proses awal.
Strategi Nasional dan Peluang Masa Depan
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian ESDM dan BUMN seperti Pertamina Geothermal Energy (PGE) telah mengambil sejumlah langkah akseleratif:
Penyederhanaan perizinan melalui platform OSS dan regulasi sektoral.
Skema blended finance dengan dukungan lembaga internasional seperti World Bank dan Green Climate Fund.
Kolaborasi dengan perusahaan teknologi global seperti Chevron untuk eksplorasi dan pengembangan sistem EGS.
Eksperimen konversi energi geotermal menjadi hidrogen hijau, salah satunya melalui pilot project di Ulubelu, Lampung.
Analisis: Posisi Indonesia di Pentas Geoenergi Global
Aspek Nilai Strategis
| Cadangan | Raksasa (40% global) |
| Teknologi | Tertinggal dari AS, butuh percepatan |
| Pemerintah & Regulasi | Proaktif tapi masih belum efisien |
| Investor & Pendanaan | Potensial dengan skema risiko rendah |
| Partisipasi Lokal | Masih terbatas, perlu pendekatan sosiokultural baru |
Jalan Menuju Kepemimpinan Energi Hijau
Dalam lanskap energi global yang kian bergeser dari bahan bakar fosil menuju energi bersih dan berkelanjutan, geoenergi menjadi kunci strategis. Amerika Serikat boleh jadi unggul dalam hal teknologi dan investasi, tetapi Indonesia memiliki aset paling berharga: cadangan terbesar di bumi.
Jika tantangan birokrasi, pendanaan, dan sosial dapat diatasi secara sistemik, Indonesia bukan hanya akan menjadi pemain utama—tetapi juga bisa menjadi pemimpin peradaban energi bersih Asia.
“Energi panas bumi adalah ‘emas hijau’ Indonesia. Tapi emas tak berarti apa-apa jika tidak digali dan dimurnikan.” ~ Analis Energi, LPI Research Institute
Tim Riset Migas360.id






