Beranda / TJSL / Bisnis Tambang Melaju, Tanggung Jawab Sosial Tertinggal

Bisnis Tambang Melaju, Tanggung Jawab Sosial Tertinggal

“Kalau laut sudah keruh, kami tak bisa makan. Tapi mereka terus gali. Apa yang kami dapat dari nikel itu?”
— Roslina, nelayan wanita di Obi, Halmahera Selatan

Janji Emas dari Perut Bumi

Indonesia sedang berada di titik panas peta industri dunia. Tak kurang dari 61 persen pasokan nikel global kini bersumber dari kepulauan kita. Dari Sulawesi hingga Halmahera, nikel disebut-sebut sebagai “minyak baru”—jantung dari revolusi kendaraan listrik dunia.

Namun, ada paradoks di sini. Di balik kilau nikel dan dorongan transisi energi global, kita menyaksikan gelombang pelanggaran tanggung jawab sosial dan lingkungan (TJSL) yang membayangi keberlanjutan proyek-proyek ekstraktif Indonesia.

Air Beracun di Surga Tropis

Pada April 2025, The Guardian membocorkan dokumen penting: kadar hexavalent chromium (Cr6) di air minum masyarakat sekitar tambang Harita Group di Obi Island mencapai 140 ppb. Angka ini hampir tiga kali lipat batas aman WHO dan diduga telah berlangsung tanpa pelaporan ke publik.

Bagi penduduk Obi, air bukan sekadar sumber hidup—ia adalah identitas. Ketika air terkontaminasi logam berat yang bersifat karsinogenik, bukan hanya tubuh yang terkena, tetapi ekosistem nilai dan budaya lokal turut teracuni.

Raja Ampat—Kepulauan Ilahi yang Tertusuk Ekskavator

Juni 2025, Presiden Prabowo Subianto menandatangani pembatalan izin empat perusahaan tambang nikel yang beroperasi di kawasan Raja Ampat: PT Anugerah Surya Pratama, PT Nurham, PT Mulia Raymond Perkasa, dan PT Kawei Sejahtera Mining.

Puluhan ribu karang hancur. Hutan tropis tercerabut. Dan masyarakat adat disisihkan tanpa suara.

Walau langkah ini diapresiasi secara nasional, satu perusahaan—PT Gag Nikel—masih terus melanjutkan operasinya. Tidak sedikit yang khawatir bahwa “pencabutan izin” hanyalah fatamorgana birokrasi tanpa revisi sistemik.

Morowali, Pabrik Dunia dalam Bayang Kematian

Morowali Industrial Park (IMIP) pernah dirayakan sebagai ikon hilirisasi nasional. Namun di dalamnya, pekerja bercerita tentang jam kerja yang tidak manusiawi, APD yang minim, hingga kematian mendadak.

Dalam dua tahun terakhir, 43 nyawa hilang di area tambang, menjadikannya salah satu kawasan industri dengan tingkat fatalitas tertinggi di Asia Tenggara.

Buruknya sistem Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3), serta dominasi TKA dan konflik lintas budaya, memperparah situasi sosial.

Skoring tanggung jawab sosial (TJSL) perusahaan tambang yang bermasalah, menggunakan skala 1–10 (1 = sangat buruk, 10 = sangat baik):

Ketika Regulasi Menjadi Dekorasi

Regulasi TJSL di Indonesia—mulai dari PP No.47/2012 hingga Kepmen ESDM—sebenarnya sudah mencakup kewajiban sosial, penghormatan adat, dan pelestarian lingkungan. Tapi implementasi? Hampir semua laporan LSM menunjukkan inkonsistensi dan minimnya penegakan hukum.

Banyak perusahaan tidak mempublikasikan laporan TJSL mereka, atau bahkan mengalihkan program CSR menjadi sekadar “pembagian sembako” yang jauh dari prinsip keadilan sosial ekologis.

Perbandingan Global—Pelajaran dari Kanada dan Australia

NegaraFasilitas Tambang
(per juta jam kerja)
Sistem Keamanan
Indonesia0.017–0.022AMDAL longgar, minim sanksi, tidak ada jaminan reklamasi wajib
Australia0.013Financial Provisioning Scheme, audit publik, pelaporan terbuka
Kanada0.008Regulasi MSHA, jaminan keuangan tambang, sertifikasi IRMA

Kanada dan Australia mewajibkan setiap perusahaan tambang memiliki jaminan keuangan reklamasi, serta pelaporan rutin yang diaudit publik. Di Indonesia? Banyak lubang tambang justru dibiarkan menganga, menunggu bencana berikutnya.

Kita Tidak Hanya Menggali Bumi—Kita Menggali Masa Depan

Indonesia mungkin sedang memanen hasil tambangnya, tapi tanpa koreksi mendasar, negeri ini hanya akan menjadi “korban kaya”—penuh sumber daya, tapi miskin peradaban.

Kita memerlukan:

  • Audit independen berbasis komunitas adat,
  • TJSL berbasis indikator ESG global,
  • Sistem pelaporan dan sanksi digital real-time,
  • Dan partisipasi aktif masyarakat dalam setiap siklus proyek tambang.

Karena kekayaan sejati bukan apa yang kita gali, tapi apa yang kita wariskan.

Tim Riset & Investigasi Migas360.id