Beranda / Teknologi Energi / Teknologi Menggerakkan Minyak: Saat AI dan Digitalisasi Menciptakan Lompatan Produksi

Teknologi Menggerakkan Minyak: Saat AI dan Digitalisasi Menciptakan Lompatan Produksi

Aerial view of a modern drone flying above the ocean during the day.

Dalam konferensi energi tahunan (13 Maret 2025) CERAWeek, satu pesan menggema dari para eksekutif puncak industri minyak dan gas: kecerdasan buatan bukan sekadar masa depan โ€” ia telah menjadi motor produksi hari ini.

Chevron dan BP secara terbuka menyatakan bahwa penerapan machine learning dalam pengeboran membuat waktu siklus turun hingga 40 persen, dengan hasil produksi meningkat signifikan. Sistem otomatis memandu pipa bor menembus formasi geologis kompleks dalam hitungan menit, bukan lagi jam.

“Kami melihat peningkatan efisiensi yang belum pernah terjadi sebelumnya,โ€ ujar kepala digital BP, Sarah Livingston, di panel utama.

Di sisi lain Atlantik, Eni, raksasa energi asal Italia, menggandakan investasi pada komputasi berperforma tinggi. HPC6, superkomputer milik mereka yang diluncurkan pada Januari 2025, kini tidak hanya mendukung eksplorasi cadangan minyak dalam zona sulit dijangkau, tetapi juga mempercepat pemodelan proyek Carbon Capture & Storage (CCS). Dengan kapasitas 477 petaflops, HPC6 dianggap sebagai salah satu superkomputer paling kuat di sektor swasta Eropa.

Data menjadi aset paling kritis. IoT kini tersebar di seluruh fasilitas โ€” dari sumur lepas pantai hingga jaringan pipa di Texas dan Timur Tengah. Sensor-sensor ini mendeteksi tekanan, korosi, dan kebocoran secara real-time. GlobalData dalam laporan Februari 2025 menyebutkan bahwa 51% perusahaan migas besar telah mengintegrasikan IoT dan edge computing untuk prediksi perawatan dan efisiensi logistik.

Sementara itu, robot bawah laut dan drone inspeksi menjadi solusi utama di wilayah terpencil. Di Afrika Barat, Shell mengurangi inspeksi manusia hingga 70% berkat penggunaan drone cerdas untuk analisa visual dan termal. Axis Robotics, startup yang kini bermitra dengan Schlumberger, memperkenalkan unit robotik laut dalam yang dapat bekerja hingga 90 hari tanpa jeda.

Tidak kalah menarik adalah kebangkitan digital twin โ€” replika virtual dari rig atau kilang yang hidup bersamaan dengan fisik aslinya. ExxonMobil menggunakannya untuk mensimulasikan skenario kecelakaan, sementara Petronas menerapkannya untuk memaksimalkan throughput pipa di Kalimantan Timur. Menurut laporan Bloomberg Energy Market Review edisi Februari 2025, teknologi ini telah menekan downtime industri sebesar 15% secara global.

Di tengah euforia digital, keamanan siber menjadi tantangan baru. Dengan meningkatnya ketergantungan pada sistem terhubung, perusahaan kini mempersenjatai diri terhadap serangan ke infrastruktur kritikal. Uni Eropa telah menetapkan peraturan baru NIS2 Directive, efektif sejak Januari 2025, yang mewajibkan seluruh operator energi menerapkan standard keamanan berlapis, termasuk enkripsi berbasis quantum-safe dan sistem respon insiden otomatis.

Secara makro, tren paling revolusioner muncul dari penggabungan AI dan model bisnis baru. SLB (dulu Schlumberger) memperkirakan unit digital mereka akan menyumbang lebih dari USD 3 miliar pada akhir 2026. CEO mereka, Olivier Le Peuch, menyatakan,

“Kami tidak lagi hanya menjual alat. Kami menjual prediksi. Dan dalam industri ini, waktu adalah segalanya.”

Konklusi? Revolusi energi tidak hanya soal transisi hijau. Ini adalah perlombaan efisiensi digital โ€” dan hanya mereka yang menanam modal di otak algoritma hari ini yang akan tetap memompa emas hitam esok hari โ€” produksi 1 juta barel per hari pada 2030.

Tim Riset Migas360.id